Ketika Italia menjuarai Piala Dunia 2006, sorotan banyak tertuju pada penalti Fabio Grosso, kepemimpinan Cannavaro, dan penyelamatan Buffon. Namun di balik kegemilangan itu, ada satu sosok yang tak banyak mendapat sorotan kamera, tapi tak tergantikan di lapangan: Gennaro Gattuso.
Gattuso bukan pemain dengan teknik istimewa atau umpan yang memanjakan mata. Tapi justru dari kekurangannya itu lahir kekuatannya. Ia adalah motor energi, penjaga stabilitas, dan pemecah serangan yang tak kenal lelah. Di bawah arahan Marcello Lippi, ia menjalankan peran sebagai penghancur lawan—seseorang yang bertugas memastikan pemain kreatif Italia bisa bekerja tanpa tekanan.
Bermain di sebelah Andrea Pirlo, Gattuso menjadi pelindung sekaligus pelengkap. Jika Pirlo adalah pelukis taktik di atas kanvas lapangan, maka Gattuso adalah penjaga catnya—yang memastikan lawan tak mengacak-acak komposisi warna. Kombinasi keduanya menghadirkan keseimbangan ideal: kreativitas dan agresivitas.
Selama turnamen, statistiknya tidak menonjol secara kasat mata. Ia tak mencetak gol, tak menciptakan assist. Tapi jika melihat catatan tekel sukses, intersep, dan jarak tempuh, Gattuso adalah salah satu yang terbaik. Lawan-lawan seperti Jerman dan Prancis merasakannya langsung—bahwa ia bukan sekadar pelari tanpa arah, tapi pemutus ritme yang sangat efektif.
Final melawan Prancis menjadi bukti kontribusinya. Ia menekan Zinedine Zidane sepanjang laga, memaksa maestro Prancis itu bermain lebih dalam dan tidak bebas mengatur tempo. Meskipun Zidane mencetak gol lewat penalti, secara keseluruhan pergerakannya dibatasi.
Gattuso mungkin tak muncul di highlight video YouTube, tapi tanyakan pada rekan setimnya: siapa pemain yang membuat permainan menjadi lebih mudah bagi mereka? Jawabannya hampir pasti: Gennaro Gattuso.
Dia adalah pilar tak terlihat, dan tanpa fondasi yang kokoh, bangunan kemenangan Italia mungkin tak akan pernah berdiri setinggi itu.